Bersua dengan Kabut di 1726 MDPL
Rabu, September 28, 2016
“Ra tau wetrek’an o
mas?” // “Ngga’ pernah wetrek’an mas?”
(wetrek, weekend trekking ; semacam trekking yang dilakukan setiap akhir pekan)
“Weekend iki meh
ngecamp wis, ning Desa Genilangit Wonomulyo Magetan. Ayo melu” // “Weekend ini mau ngecamp wis, di Desa Genilangit
Wonomulyo Magetan. Ayo ikut”
“Insyaallah mas...aku gowo awak tok ya? Hahaha” // “Insyaallah mas…aku ‘bawa badan’ aja ya?
Hahaha”
Berangkat....
Kurang lebih seperti itulah percakapan
via Whatsapp antara aku dan kakak tingkatku di UKM yang aku ikuti selama
kuliah. Dari iseng-iseng bertanya tentang trekking di akhir pekan, akhirnya
berujung pendakian kecil-kecilan ke Gunung Andong yang terletak di Magelang –
Jawa Tengah. Rencana awal memang mau ngecamp ke salah satu desa yang terletak
di lereng Gunung Lawu di Kabupaten Magetan Jawa Timur, tapi plan itu akhirnya diubah karena beberapa
alasan.
Setelah meng-Insyaallah-kan
tawaran itu, akhirnya pendakian ke Gunung Andong dimulai. Sabtu, 24 September
2016, sekitar pukul 9 malam aku dan rombongan berangkat dari Solo menuju Magelang
menggunakan sepeda motor. Setelah menempuh kurang lebih 2 jam perjalanan dengan
rute Solo - Boyolali - Salatiga - Kopeng, kami sampai ke basecamp pendakian Gunung
Andong via Dusun Gogik. Sesampainya di basecamp, kami disambut warga lokal Dusun Gogik yang ramah. Biasanya
setelah kita memarkirkan motor dan registrasi, mereka akan menawarkan pendaki
agar singgah sejenak untuk menikmati teh hangat yang telah disediakan secara
gratis.
Pendakian kami mulai sekitar pukul
11.15 malam dengan suasana dingin-dingin syahdu setelah Magelang di guyur
hujan. Track-track awal yang berada disekitar pemukiman penduduk kondisinya
sudah berupa jalan setapak (kurang lebih 200 m), setelah itu kita akan memasuki
hutan dengan track tanah biasa. Jalur pendakian Gunung Andong via Basecamp
Gogik ternyata lumayan menantang. Selain jalurnya yang cukup terjal dan licin
(karena terkena hujan), ketika akan sampai di puncak, jalan akan mulai menanjak
dengan sudut kemiringan hampir 80°. Waktu yang kami tempuh untuk sampai di puncak Gunung Andong ±2 jam. Sekitar pukul 01.30 pagi kami tiba di puncak. Setelah mencari &
bertemu dengan rombongan teman-teman cewek yang berangkat sore hari, akhirnya kami
mendirikan tenda disisi timur Puncak Jiwa (Camping Ground) Gunung Andong.
Suasana Camping Ground Gunung Andong di Pagi Hari |
Demi memperoleh “sunrise moment”, pukul 04.30 kami
bangun dari istirahat. Setelah sholat subuh, aku dan rombongan menata matras
untuk sekedar duduk-duduk menikmati naiknya sang matahari dari sisi timur bumi. Selang
beberapa jam setelah sunrise, kami ber-9 mencoba untuk jalan-jalan ke puncak
dari Gunung Andong serta melewati “punggung sapi”-nya Andong yang cukup populer di dunia maya sebagai spot foto favorit anak-anak muda.
Namun karena berbarengan dengan turunnya kabut serta ramainya para pendaki,
kami membatalkan rencana ini. Kami putuskan untuk mengisi perut
terlebih dahulu sembari menunggu kabut hilang. Jika kalian tak mau repot atau lupa membawa bekal, ternyata di Puncak Gunung Andong telah tersedia semacam warung yang menyediakan logistik untuk para pendaki, seperti mie instan dan kopi.
Sunrise di Gunung Andong |
Sarapan Pagi Sumber : Dokumen Bersama |
Setelah menunggu kabut hilang, kami lanjutkan untuk jalan-jalan di puncak dan (tentunya) foto-foto di spot paling populer di Gunung Andong yaitu Punggung Sapi. Sedikit saran, berhati-hatilah ketika akan melewati daerah Punggung Sapi ini, karena kondisi jalan yang lumayan kecil serta berbatasan langsung dengan jurang tanpa pembatas.
Mari Pulang Kawan....
Let's Go Down Sumber : Dokumen Bersama |
Jalan Super Sempit Sumber : Dokumen Bersama |
Puncak Gunung Andong |
And It’s time to packing and go home, let’s go! Sebelum turun ke bawah, jangan lupa bawa sampahmu dan berdo’a. Untuk rute pulang, kami putuskan melewati jalur Sawit yang dilewati teman-teman cewek ketika naik. Dari info-info yang kami dapatkan, jalur via Sawit lumayan lebih “ringan” dibandingkan track dari Dusun Gogik. Dan benar saja, ternyata kondisi jalan telah dibuat “undak-undakan” menggunakan batu yang tertata rapi sehingga memudahkan para pendaki, khususnya pendaki amatiran sepertiku. Selain itu, “nilai plus’ lain dari jalur ini adalah jarak antara pos 1 dengan pos 2 tidak terlalu jauh, begitupun jarak antara pos 1 dengan gerbang masuk ke arah basecamp. Perjalanan turun kami tempuh dengan waktu yang lebih singkat, yaitu 1 jam saja.
Pos 2 : Watu Gambir |
"Study nature, love nature, stay close to nature. It will never fail you"
Belajar tentang alam, mencintai alam, dan tetap dekat dengan alam.
Hal itu tak akan membuat kamu gagal. (Frank Lloyd Wright)
Thank’s team, tak tunggu jadwal jalan-jalannya lagi ƪ(ˆ⌣ˆ)ʃ ƪ(ˇ▿ˇ)ʃ
Note :
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah (www.twitter.com/visitjawatengah)
2 comments
Aku suka kagum sekaligus iri sama yang suka naik gunung. Aku gak kuat nanjak sih.. Aku no komen deh. Salute lah pokoknya. ^^
BalasHapusini juga amatiran, masih aman mbak ngga tinggi-tinggi banget kok
HapusYakin udah di baca? Apa cuma di scroll doang?
Yaudah, yang penting jangan lupa komen yes?
Maturnuwun ^^