Tektok Gunung Lawu Via Cemoro Sewu
Kamis, April 26, 2018
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Sepertinya cukup
banyak tulisan “berbau” Gunung Lawu di blog ini. Sebagai pelengkap biar makin
mantap, saya tambah satu lagi, ya? Satu tulisan yang akan bercerita tentang 13
jam pendakian (naik turun – pergi pulang) menuju puncak Hargo Dumilah Gunung Lawu,
yang bisa kalian nikmati hanya dengan duduk manis di depan layar komputer, atau
tidur – tiduran di atas kasur sembari bermain smartphone, selama kurang lebih
10 menit saja.
10 menit saja – Percayalah!
***
Malam hari sebelum
berangkat, kami sebenarnya berencana akan mulai melakukan perjalanan menuju pos
pendakian Cemoro Sewu yang ada di Kabupaten Magetan – Jawa Timur, saat dini
hari. Sekitar jam 4 subuh. Rencananya!!! Tapi tetep, ending – endingnya molor
dan saya beserta rombongan yang terdiri dari 6 orang ini, baru bisa melakukan
registrasi di basecamp pendakian, kurang lebih pukul 08.00 pagi.
Setelah proses
registrasi selesai, kami lanjut berdo’a bersama dan mulai melangkahkan kaki
melewati jalan berbatu menuju puncak Lawu. Inilah keistimewaan jalur Cemoro
Sewu menurut saya. Selain jarak tempuhnya yang lebih pendek dibandingkan lewat
Cemoro Kandang maupun Candi Cetho, jalanan di sepanjang jalur Cemoro Sewu juga
sudah dilengkapi dengan susunan bebatuan yang cukup rapi dan tertata apik.
Jalan setapak berbatu ini pun bisa kita nikmati dari pintu gerbang pendakian,
hingga kawasan Sendang Drajat yang berada beberapa ratus meter dari Pos 5
Gunung Lawu.
Hmmm….mayan kan?
Kalau mendaki pas
musim hujan jadi aman. Enggak takut sama trek tanah becek yang mungkin bisa
bikin kita terpeleset manja ala – ala. Hehehe…Mau muncak ke Lawu pas malam hari
juga nggak usah takut kesasar. Tinggal ikuti jalanan berbatu tadi, insyaallah –
kalau Allah ngijinin, kita bakal sampai
itu ke puncaknya Gunung Lawu yang berada di ketinggian 3.265 meter di atas
permukaan laut ini.
Trek pendakian sudah berbatu. Bebas becek.
Basecamp, Pos 1 – Pos 5…
Perjalanan dari gerbang
pendakian Cemoro Sewu hingga Pos 1, kami tempuh selama 1 jam perjalanan.
Setelah istirahat beberapa menit di Pos 1, kami melanjutkan langkah menuju pos
selanjutnya. Dari Pos 1, trek mulai di dominasi dengan tanjakan yang cukup
menguras tenaga dan lumayan sukses membuat nafas saya ngos – ngosan. Beberapa
kali, saya dan teman – teman harus rela menghabiskan lebih banyak waktu untuk
beristirahat di tengah perjalanan karena jalan yang menanjak ini.
2 jam berlalu, akhirnya
kami berenam sampai di Pos Watu Gedheg yang menjadi Pos 2 untuk tempat
istirahat para pendaki saat melewati jalur Cemoro Sewu. Berbeda dari Pos 1 yang
bangunan shelternya masih cukup bagus, kondisi fisik shelter yang berada di ketinggian
2.579 mdpl ini bisa dibilang lumayan menyedihkan. Seng yang difungsikan sebagai
atap untuk menahan panas dan tetesan air hujan mulai terlihat berkarat. Parahnya
lagi, beberapa seng bahkan hilang dan tidak terpasang.
Noh, seng-nya pada ilang...
Istirahat selesai,
kami berjalan lagi menuju Pos 3. Tetep, kondisi trek masih terus nanjak.
Seingat saya, dari Pos 2 hingga Pos 3, kita tidak akan menjumpai jalanan landai
yang menjadi idola para pendaki. Fiyuh…Tapi
tenang, jarak dari Pos 2 menuju Pos 3 tidak terlalu jauh, kok. Hanya dengan 45
menit berjalan santai, kita akan menjumpai Pos 3 – Manis Rejo, yang berada di
ketinggian 2.800 mdpl.
Sambil menunggu
rombongan teman yang masih berjalan di belakang, saya sempat mendengar cerita
dari Mas Wakhid yang sudah berulang kali muncak ke Gunung Lawu. Katanya, trek yang
akan kami lewati setelah ini (Pos 3 menuju Pos 4) adalah trek yang lumayan banyak
menguras tenaga. Kenapa? Ya apalagi kalau bukan karena kondisi jalan berbatu
yang terus menanjak dan memiliki sudut kemiringan yang cukup besar. Fiyuh – fiyuh… *fiyuh kuadrat*
Dan benar, baru
berjalan beberapa puluh meter saja dari Pos 3, pergelangan kaki dan paha saya mulai
terasa pegal. Ini mah bukan “lumayan” menguras tenaga lagi, tapi “FIX SANGAT
MENGURAS TENAGA”. Siang hari pas – pasnya matahari ada di atas kepala kita,
ditambah jalan nanjak yang cukup terjal. Beuh, sukses bikin pegel kaki dan
membuat kaos saya basah sama keringat lagi.
Trek dari Pos 3 hingga Pos 4. Sukses bikin ngos-ngosan...
Salah satu tumbuhan yang bisa ditemui di Lawu yaitu adanya jenis berry-berry'an yang rasanya asem-asem manis.
Nah, solusinya ya, saya
nggak mau maksa kudu segera sampai di pos selanjutnya. Santai.
Jalan sebentar – istirahat. Jalan lagi – ngaso lagi. Nikmati saja setiap
langkah dan waktu istirahat kita. Karena selain disuguhi pemandangan berupa
tebing bebatuan dan vegetasi khas dataran tinggi, di jalur ini kita juga akan
sering sekali bertemu dengan Jalak Lawu yang bersliweran terbang kesana –
kemari. Kadang – kadang, si Jalak Lawu akan hinggap di batang pohon yang berada
di sepanjang jalur pendakian. Dan kalau beruntung, burung berwarna abu-abu
gelap dengan paruh orange cerahnya ini akan menghampiri para pendaki yang
sedang beristirahat. Asik kan?
Baca Juga : Ketemu Sapi di Cimory on the Valley
Setelah 1 jam berjalan
santai dari Pos 3, sampailah kami di Pos 4 bernama Watu Kapur. Sesuai dengan
namanya, pos ini memang sebuah kawasan dengan bebatuan kapur putih yang tidak
terlalu luas. Yah, mungkin cuma cukup untuk mendirikan 2 buah tenda dum
berukuran sedang, tapi nggak recommended,
ding! Karena sisi kanan – kirinya langsung jurang.
B . A . H . A . Y . A
Cukup buat istirahat
melepas lelah sama foto - foto untuk feed
instagram saja. Satu lagi, kalau cerah dan nggak ketutup kabut, dari Pos 4 ini
kita juga bisa melihat kawasan Telaga Sarangan dari ketinggian. Bonus lagi,
guys…
Lanjut naik lagi…
Dari Pos 4 Watu Kapur,
kami melewati trek menanjak lagi menuju Pos 5. Tak berselang lama,
setelah kurang lebih 10 menit berjalan, akhirnya saya dan teman – teman bertemu
dengan jalanan landai yang sepanjang perjalanan kami idam – idamkan. Alkhamdulillah
ya Allah….surgaaaaa. Bisa lari – larian ini, nggak jalan merangkak lagi. Hahaha…
Pecel Mbok Yem dan
Puncak Lawu…
Trek landai yang saya
sebutkan di atas membentang cukup jauh hingga Pos 5, Sendang Drajat, dan warung
paling fenomenal di jagat pendakian Indonesia. Apa lagi kalau bukan Warung
Pecel Mbok Yem.
Setelah ±6 jam
perjalanan, pukul 14.30 sore kami sampai di warungnya Mbok Yem dan langsung memesan
nasi pecel legendarisnya. You know what,
akhirnya satu bucket list saya selama
hidup di Solo tercoret lagi. Yes! CORET.
Baca Juga : Pengen Nyobain Ini di Solo Ya Allah…
Baca Juga : Pengen Nyobain Ini di Solo Ya Allah…
Trek landai setelah melewati Pos 5
Kalau ada yang tanya
masalah rasanya kek gimana, jangan tanya ke saya. Karena semua makanan yang
berhasil masuk ke mulut saya itu rasanya cuma ada dua, enak dan enak bianget.
Tapi jujur, nasinya waktu itu agak kurang sih. Masih agak keras – keras gimana gitu.
Tapi kalau masalah pecel dan telor ceploknya, juara lah. Niquemadt Sedjati…
Harganya berapa, Nu?
Ini juga di luar
perkiraan saya. Tak kira satu porsi itu mahal – mahalnya cuma 8000 rupiah. Tapi
ternyata….malah 12 rebu. *Ngorek – ngorek
dompet, oh untung ada duit* Yatapi kalau dipikir – pikir lagi, sebanding
sih sama susahnya “kulakan” barang – barang masakan biar sampai ke warung
tertinggi di Indonesia ini. Bayangin aja, kudu naik – turun gunung dulu biar bahan
– bahan pecelnya Mbok Yem sampai di kawasan Hargo Dalem yang berada di
ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut ini.
Perut kenyang, hatipun
senang…, begitu kata si Ehsan “Upin – Ipin”
Nah, sebagai “ritual”
akhir tektok Gunung Lawu via Cemoro Sewu kali ini, saya dan rombongan akan summit attack ke puncak Hargo Dumilah
yang berjarak 115 meter dari warungnya Mbok Yem. Tapi sebelumnya, sholat jamak
dhuhur sama ashar dulu ya ^^ he…
Jam 3 lebih seperempat
sore, kami mulai meninggalkan Warung Mbok Yem. Sambil berjalan pelan, kami
dihantui rasa was-was karena awan mendung disertai petir mulai terlihat di sisi
timur Lawu. Rasa was-was kami semakin menjadi, tatkala kabut yang membawa
tetesan – tetesan air juga mulai naik dan membuat jarak pandang kami terbatas. Kepanikan
akan turunnya hujan itupun akhirnya hilang setelah saya dan kelima orang
lainnya sampai di puncak Hargo Dumilah. Alkhamdulillah…
Perjalanan
Turun…
Di puncak, saya dan
rombongan tidak berlama – lama. Selain karena faktor kabut yang “menyerang”
kami belum hilang, kami juga berlomba dengan waktu agar tidak terlalu malam
saat perjalanan pulang. Pukul 4 sore, kami turun. Gumpalan awan, butiran air dari
kabut yang singgah di dedaunan, serta langit jingga di atas Gunung Lawu kala
itu, menemani lelahnya langkah kaki – kaki kami menuju basecamp Cemoro Sewu. Syahdu.
Baca Juga : “Nyore” di Little Raja Ampatnya Pacitan
Dari puncak hingga Pos
3, kami berenam masih berjalan beriringan. Tapi setelah itu, akhirnya kami
terbagi menjadi dua rombongan, yang masing – masing terdiri dari 3 orang.
Rombongan pertama sampai di basecamp pukul 9 malam, sementara saya dan 2 orang lain,
tiba 30 menit setelahnya.
Trivia
Jalur Cemoro Sewu Gunung Lawu :
Pertama : Masalah Harga dan Biaya (Update per 8 April 2018)
Tiket Pendakian : Rp 15.000,-
Tarif Parkir Sepeda Motor : Rp 5.000,-
Nasi Pecel Mbok Yem : Rp 12.000,-
Jika kalian nggak mau
mendaki, tapi pengen camping atau sekedar selfa – selfie di dalam kawasan
Cemoro Sewu, pihak pengelola memasang tarif sebesar Rp 10.000,- untuk camping,
dan Rp 5.000,- jika kita ingin berfoto di taman Cemoro Sewu.
Kedua : Masalah Warung dan Logistik
Kalau menurut saya
pribadi sih, sepertinya aman – aman saja jika kita ingin muncak ke Lawu via
Cemoro Sewu, tanpa membawa bekal logistik apapun dari rumah. Kenapa? Karena
dari basecamp pendakian, Pos 1, Pos 2, Pos 5, Sendang Drajat, dan Hargo Dalem (Warung Mbok Yem) sudah ada warung yang didirikan oleh warga setempat. Nah,
tinggal milih mau belanja dimana, kan? Ya mungkin resikonya cuma masalah harga
saja sih. Lebih mahal mungkin.
Ketiga : Masalah Trek / Jalur / Jalan Mendaki
Trek Paling Aman nggak Banyak Tanjakan :
Basecamp hingga Pos 1 dan Pos 4 hingga Warung Mbok Yem.
Trek Paling Jauh dan
Bikin Baper : Pos 1 hingga Pos 2.
Trek Paling Pendek : Warung Mbok Yem hingga Puncak.
Trek Paling Bikin Ngos – Ngosan Nggak Karuan : Pos 3 hingga Pos 4.
Trek yang Bikin Bahagia :
Semuanyaaaa….
61 comments
Enak ya. sudah ada warung mbok yem. Klo harganya sampe 5 kali lipat juga masih wajar menurutku, secara bawa diri dan minum saja sudah susah, ahah
BalasHapusIya mas, misal kehabisan logistik di puncak pun insyaallah perut kita masih aman. Karena udah ada Mbok Yem.
HapusTerus ini namanya pendakian manja :)
HapusAnak 👦 saya tuh hobinya naik gunung, dan gunung lawu salah satunya, sayangnya dia kagak suka nulis seperti saya, jadi hanuh bisa foto foto saja.
BalasHapusBtw, mas tri sudah mendaki berapa gunung sejauh ini?
Ajak kerja sama, Kang. Anaknya yang mendaki, akang yang nulis ceritanya..hehe
HapusBoleh juga nih idenya. Simbiosis mutualismenya dapet. Bapaknya bisa dapet bahan blogpost, nah lewat tulisan Kang Maman, anaknya bisa lebih terkenal. Hehe...
HapusBaru tiga gunung, kang...sini mah cuma pendaki "ikut-ikutan" aja. Baru muncak kalau ada yang ngajak
Ah aku dulu pertama naik gunung ya Lawu. Udah gitu naiknya dari Sewu juga, Mas.
BalasHapusDulu ngecampnya di Pos 3. Hahaha. Emang yang berati tuh 3-4 ya. Naiknya bikin ngos-ngosan, tapi pas turun sukses bikin dengkul gemeteran. Nggak bisa lari juga.
Duh aku jadi pengen nulis juga pas ke Lawu nih :D
Iya mas, kemaren pas jalan turun juga ini kaki udah berasa ngga kuat gitu. Gemeteran semua. Capeknyaa....
HapusTulis, pengen baca cerita Lawu via Cemoro Sewu versi mu :D
Bisa dibilang warung pecal tertinggi juga tuh warung mbok yem nya.
BalasHapusHarganya pun masih wajar banget, malah tergolong murah tuh.
Kalau di daerah Solo mah standarnya paling satu porsi cuma 8000an mas. Tapi ya itu, bawa bahan-bahan pecelnya sampai ke atas Lawu aja susahnya minta ampun. Sebandinglah kalau dihargai 12 ribu :) *hidup mbok yem*
HapusPengalaman trekking seru,Tri ...
BalasHapusEnak ya bisa barengan temen-temen ke gunung.
Kalo sampai kenapa2, terpeleset misalnya ... kan ngga perlu terpeleset manja ala-ala 😃 , ada yang langsung sigap menolong.
Aku kesengsem sama kesempatan burung Jalak Lawu dan pedagang mbok Yem ..
Salut banget jalanin usahanya sampai di ketinggian lokasi seperti itu.
Konon katanya, Mbok Yem itu jadi pelopor, alias orang yang pertama kali buka warung di Gunung Lawu dan masih buka sampai sekarang. Memang patut di acungi jempol usaha beliau. Salut juga!
HapusAku baru pulang beberapa minggu lalu dari Merbabu, sayangnya kehujanan dan badai :D
BalasHapusNext kesini lah, setidaknya baca ini jadi tahu gambarannya..
Btw, Mas Wisnu nama saya di blogwalking list ganti dong link blognya, ganti yang diary, yang itu kan udah nggak aktif..hehe
Saya pengen juga itu ke Merbabu, viewnya nggak kalah keren. Tapi nunggu diajak temen wae ding kesananya. :D
HapusSiap! Nanti kalau selesai bales komen langsung cus ganti
Yey! Kolom komentarnya kelihatan..berarti lagi ga ngambek..
BalasHapusTau aja..lagi naik Lawu sambil tiduran di kasur..dengerin musik..dan ga sampe 10 menit. Hebat kan..ha..ha
Nggak nyangka, ada yang jual pecel di ketinggian. Apa dia nanem sayur2an nya di atas juga? Lah..klo nggak, kebayang capeknya pas belanja sayuran.
Komentar pertama kudu lewat komputer mbak, baru bisa muncul itu kolom komentar selanjutnya kalau di buka lewat hp. Maklum tema gratisan, jadi ya gitu. Suka error.
HapusPas kemaren kesana, kayaknya nggak nemu itu ladang sayuran disekitaran warung Mbok Yem. Denger cerita sih, katanya udah ada orang yang siap "ngedrop" barang ke Mbok Yem nya langsung mbak. Semacam dropshipper gitu mungkin kalau di dunia perbisnisan ^^"
lah, kukira nginep :D
BalasHapusbtw, aku juga pengen ngerasain pecelnya Mbok Yem
kok nggak difoto sih? kan aku juga pengen tau wujudnya XD
Nggak ngecamp kita. Jadwal padet *sok-sokan*
HapusLupa dan nggak kepikiran. Inget pas udah habis dan masuk ke perut. Maklum, saking capek dan lapernya kita. Hahaha...
Yaudah, berangkat lagi ke sana, demi foto pecelnya mbok yem
HapusItu kenapa berangkatnya molor bgt, hhh
BalasHapusBtw aku yg lg nggak enak badan trus baca tulisanmu yg ini justru jd merasa nikmaat sehat tuh bener2 luar biasa, susah didapat bgt. Yakali mana bisa kl lg sakit mendaki jalan bebatuan melewati pos2 gitu.. Duh ya :(
Biasa, ada satu dan lain hal :)
HapusAlkhamdulillah berati ya, lewat sakit jadi tau apa itu nikmat sehat *lah jadi dakwah*
Saya kok tertarik sama Watu Kapurnya ya? Dari fotonya yang bagus jadi pengen juga. Ngeliatin jurang-jurangan gitu mas Wisnu. Hehe
BalasHapusMemang bagus sih mbak. Daripada Pos 1-2-3, view landscape dari Pos 4 Watu Kapur lebih keren.
HapusSaya membacanya sampai terkekeh-kekeh, diatas puncauk ada warung pecel, welah itu mbok yem nya kreatif banget ya? Pasti dagangnnya laris manis ,walau tergolong mahal.
BalasHapusKreatif mas, beliau jadi pelopor berdirinya warung-warung lain di Gunung Lawu.
HapusLaris, karena memang sego pecelnya Mbok Yem ini sudah melegenda di dunia para pendaki. Denger-denger sih, belum sah ke Lawu kalau belum mampir & nyicipi sego pecelnya Mbok Yem
Saya jadi pengen daftar jualan disana ah :)
HapusAku belum pernah naik lawu mas, apalagi cicipin pecel mbok yem. Padahal lokasinya juga ga terlalu jauh dari semarang.
BalasHapus*tiba-tiba sedih
Jadi sampai basecamp lagi jam berapa mas...?
Tektokan thu emang keren 👍
Agendakan, langsung mas. Pancal gaspol - meluncur ke Lawu.
HapusSaya jam setengah sepuluh malem baru sampai basecamp Cemoro Sewu
Saat orang-orang ngomongin pecel mbok yem. Dulu alu pas ke lawu warungnya pas tutup. Gagal menikmati pecel di warung pecel tertinggi 😢
BalasHapusSaua turut prihatin mbak :(
HapusTerakhir hacking setahun yang lalu, dan skrang sudah 5 kg berat badan naik...
BalasHapusBoleh lah ini jadi referensi buat nanti planing nanjak lagi...
Hacking? Trekking mungkin mas?
HapusKalau hacking mah, istilah buat mbobol data komputer dari orang lain *bener kan ya, saya?*
Hikking bang
Hapuswah ada yang jual nasi pecel yah dengan trek begitu kang?kok aku mikir gmn kesitunya?
BalasHapuswell mantap euy jalannn terus mumpung masi muda yak
Ada mbak. Bisa dibilang komplit malah itu warung, nggak sekedar jual pecel aja. Ada aneka jajanan dan minuman juga.
Hapuswah ini kuncennya gn lawu hehe
BalasHapusaku belum bisa naek gunung dulu habis insiden tangan th lalu
cuma gunung ini aku suka banget apalagi cerita pesugihan
berr-berrian itu petikable sayang rasanya masam
klo harga warung yg 5x lipat wwajar sih mas, lah nggotongnya
duh kapan aku bisa naek ke puncak gunung tinggi tinggi sekali
kan mupeng
Wah, udu mas. Aku udu kuncen e Gunung Lawu. Ilmu ku tentang per-Lawu-an masih kurang banyak. Haha... Tangan e kenapa mas? Habis pulih, bolehlah coba jalan-jalan ke daerah tinggi. Nggak kudu gunung sih, bukit-bukit juga oke.
Hapushai Nu, dari dulu aku pengen ke Lawu, ga sempet2 kl pas di Solo. Emang perlu direncanain sih ya, apalagi tau bs tek tokan gini, niceee. Ada ya btw yg jual pecel di puncak gitu? Mana fotonya? *ngarep
BalasHapusO iya nu, buat lomba destinasi wisata jembernya, ga harus yg pernah ke TBS atau pelesir ke Jember, mau kasih tips atau rencana berkunjung jg boleh. Itu aku sbg panitia, bukan peserta, cuz kepoin link nya ya, masih sampe 25 Mei :D
Iya mbak, perlu. Biar selama perjalanan muncak, kita lebih aman dan nyaman. Istilah jawanya mah, biar nggak grusa-grusu. Nggak ada. Inget - inget pas pecelnya udah habis - masuk perut. Kapan-kapan lah, kalau mampir ke Mbok Yem lagi.
HapusBaik mbak. Semoga *kalau niat*, saya ikutan lombanya. Mayan kalau menang, hadiahnya bisa buat THR Lebaran :D
Waaa mas, mbok nulis khusus tentang Pecel Mbok Yem, menarik banget :))
BalasHapusEmang Lawu itu satu-satunya gunung yang punya warungnya mas? ada yang lain nggak?
View Bukit Mongkrang dari Gunung Lawunya cantik banget dah!
Kenapa nggak kepikiran kesitu ya? Fokus ke Mbok Yem nya aja^^
HapusYatapi, karena memang tujuan utamanya muncak, jadi kayaknya waktu buat "wawancara" sama Mbok Yem bakal sedikit banget mbak. Jadi belum sempet buat tulisan khusus Pecel Mbok Yem.
Dulu sempet ke Andong, di puncaknya juga ada warung mbak. Terus sempet baca-baca di internet, di sepanjang jalur pendakian beberapa gunung di Indonesia juga ada warung yang buka sih. Semeru contohnya.
Jadi kalau ke Gunung Lawu nggak perlu pusing mikirin makanan ya. Btw, viewnya cakep.
BalasHapusIya mbak. Ada banyak warung di jalur pendakiannya sih. Insyaallah aman *kalau warung-warung ini buka tapi ^^*
HapusSaya pertama ndaki itu ke Andong mas, nggak ngos-ngosan banget. Jadi alkhamdulillah nggak trauma. Nagih malah. Hehe...
BalasHapusBeneran ada warung. Jadi insyaallah aman kalau nggak bawa bekal. Tapi buat jaga-jaga, ya paling nggak bawa air minum buat ngilangin haus sepanjang perjalanan :)
Edan, dengkul racing dah naik Lawu via Cemara Sewu tektok..
BalasHapusPadahal rutenya nanjak terus..
Kalo saia udah jarang lewat Cemara Sewu, soalnya selain nanjak terus, jalurnya lewat dalem hutan sampe Sendang Derajat..
Wah, mas e wis katam muncak nangdi-nangdi. Aku belum pernah mas, baru kali ini lewat Cemoro Sewu. Tapi ya memang kesel e. Sampai bawah langsung gemeteran semua ini kaki :D
HapusBesok lagi coba via jalur Candi Cetho ms...
HapusMenurutku itu jalur terbaik untuk mendaki Lawu...
Cetho udah pernah mas, tapi nggak sampai puncak. Cuma sampai Bulak Peperangan tok. Yang belom pernah itu lewat Cemoro Kandang.
HapusWah, padahal sebentar lagi jalurnya udah nggak begitu nanjak habis Bulak Peperangan...
HapusHabis itu kan padang savana...
Kalo Cemara Kandang jalurnya nggak begitu nanjak, tapi lebih panjang.
masyaAllah.... Aku cuam dengerin pengalaman teman yang pernah kesana... tapi aku belum kesnana
BalasHapusDicoba mas
HapusApakah Mbok Yem itu udah mirip Warung Bi Eem di cerita Dilan yang multifungsi sebagai sebuah warung? Gokil sih kalau Warung Mbok Yem itu pelopornya dan masih stay sampai sekarang.
BalasHapusNgomong-ngomong, belakangan ini banyak travel blogger yang mendaki ya? Emang lagi musimnya naik gunung apa gimana? 😂
Yang pasti bukan jadi basecamp buat ngrencanain tawuran macam di Dilan lah. Hehehe. Apa iya? Kurang ngikutin juga kalau masalah tren mendaki di kalangan travel blogger. xD
HapusHarga 12 ribu itu masih termasuk murah buat saya, Mas Wis. Yah, harga-harga di Jakarta terasa lebih keras~ Wqwq. Apalagi kan itu adanya di atas gunung. Anggaplah tambahan harga karena bawa barang-barangnya dihitung. :)
BalasHapusEnak juga udah bisa coret daftar yang telah tercapai. Saya belum coret apa-apa nih. Udah mau pertengahan tahun pula. :(
Ya bener juga sih kalau dilihat perjuangannya buat bawa bahan-bahan pecel biar sampai di puncak Lawu, berat juga. Kalu di warung-warung biasa di sekitaran Solo mah ya pling 8000an. Wkwkwk, usaha lagi. Biar ada wishlist yang bisa di coret tahun ini. Mangats!
HapusKalo aku sepertinya pilih ngecamp aja daripada tektok, soalnya gak kuat deh kayanya. Kalau ada yg jualan gitu di pos jadi enak gak usah bawa logistik banyak haha
BalasHapusMemang mbak. Jadi punya waktu buat istirahat yang cukup buat nyiapin tenaga pas turun. Nggak capek-capek banget. Yes, bawa secukupnya. Nanti tinggal nambah logistik di perjalanan pas ndaki.
HapusKu penasaran, Mbok Yem itu emang tinggal di warungnya ya? Atau tiap hari naik turun juga?
BalasHapusBtw entah kenapa baca artikel ini yg ada di pikiranku novel Aroma Karsanya Dewi Lestari yang settingnya lawu, ada jalak, manisrejo, dll. Jadi pengen ke sini juga nih.
Isu-isunya Mbok Yem itu cuma turun ke rumahnya kalau pas lebaran doang mbak. Jadi ya bisa di itung cuma setahun sekali. ((katanya sih)).
HapusWah, saya belum pernah itu baca novelnya Mbak Dewi ^^
Mas kalo lewat cemoro sewu ketemu sabana ( bulak peperangan ) gak ?
BalasHapusItu jalur via cetho mas :)
HapusYakin udah di baca? Apa cuma di scroll doang?
Yaudah, yang penting jangan lupa komen yes?
Maturnuwun ^^