1 Jam di Tumurun Private Museum
Senin, September 23, 2019
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Dengan kecepatan agak
ngebut versi seorang Wisnu Tri, sepeda motor berwarna merah bercampur hitam itu
saya kemudikan melewati jalan-jalan arteri menuju TKP yang kami (saya dan dua teman saya) sepakati 20
menit sebelumnya. Ya, dua puluh menit sebelum akhirnya saya ditinggal mereka
berdua, karena janjian tak tepat waktu di hari Minggu tanggal 25 Agustus 2019
lalu.
Janjian jam 09:25, jam 09:30 masih goler-goleran di kasur sambil
baca artikel clickbait di beranda UC Browser. Belum mandi dan siap-siap pula. HAYO
JELAS DITINGGAL! DASAR TERLALU SANTUY MEMANG SAYA INI.
Lanjooot…
Setelah cukup lama berkendara
cepat bak seorang Gundala saat mengejar truk pembawa vaksin anti serum amoral
di jalanan ibu kota, sampailah saya di depan sebuah perempatan yang tengah
memaksa para pengendara menghentikan sepeda motor serta mobil yang mereka bawa.
Lampu merah. Perlahan, pedal rem kaki saya injak dan mulai mengurangi gigi ke
angka yang lebih rendah, agar motor yang saya kendarai berhenti.
Hoi…!! Ternyata kita papasan di sini. Jam berapa sekarang?--->Sebuah
basa-basi yang aneh sekali…
Sambil memencet tombol
klakson, saya menyapa seseorang berhelm kuning yang sedang khusyuk duduk
membonceng di jok belakang motor yang ada di depan saya. Dengan ekspresi
sedikit kaget saat menengok ke arah sumber suara, teman berhelm kuning lengkap dengan
gambar Minionsnya ini kemudian buru-buru mengecek smartphone dan menjawab ; “Jam
sepuluh kurang lima, Wis”.
WOY….KITA RESERVASI KE
TUMURUN MUSEUMNYA JAM 10 TET, WOY!
Misal telat,
pilihannya cuma ada dua. Hari itu enggak jadi masuk sama sekali, atau, kudu
sabar nunggu satu jam lagi buat ikut jadwal di jam kunjungan selanjutnya. Itu
pun misal masih ada sisa kuota peserta. Huhuhu…
–––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––– ––––––––––––
Sedikit informasi
saja, tak seperti kebanyakan museum pada umumnya –yang bebas dikunjungi dan pengunjung bisa masuk kapan saja– pihak
Tumurun Private Museum memang memiliki beberapa aturan khusus mengenai jam kunjungan museum.
Pertama, sebelum berkunjung, para tamu diwajibkan melakukan reservasi
secara daring melalui situs web www.tumurunmuseum.com.
Kemudian, pilih saja menu Events.
Nah, di sana nantinya akan muncul jadwal selama satu minggu ke depan. Setelah
memilih tanggal dan hari yang cocok, di situs web Tumurun Private Museum akan ada semacam formulir yang wajib diisi oleh para calon pengunjung dengan keterangan data-data pribadi,
seperti nama, alamat e-mail, nomor
hp, dan jumlah orang yang akan ikut berkunjung (per satu pendaftar hanya diberikan kuota maksimal sebanyak 5 orang).
Kedua, Karena Tumurun Private Museum itu merupakan museum “private” alias museum pribadi, jadi jumlah
kunjungan setiap harinya itu dibatasi. Dari hasil survei yang saya lakukan,
untuk weekdays itu ada dua kali
jadwal kunjungan. Sementara saat weekend,
ditambah menjadi empat kali. Waktu kunjungannya pun berbeda-beda. Biasanya
antara pukul 09:00 pagi hingga pukul 15:00 sore. Oiya, untuk setiap jam
kunjungan, pihak manajemen Tumurun Private Museum juga hanya membatasi sebanyak
50 orang saja. Jadi, ya, kudu cepet-cepet berebut kuota dengan pengunjung lain.
Apalagi kalau reservasinya pas weekend
yang biasanya ramai dengan kaum-kaum perindu piknik. Sepertinya kalimat “siapa
cepat dia dapat” cocok sekali untuk mewakili para calon pengunjung museum di
hari-hari itu.
–––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––– ––––––––––––
Lanjooot…
Tak tahu tepatnya
pukul sepuluh kurang berapa, tapi alkhamdulillah, di hari itu saya dan
rombongan masih bisa masuk ke Tumurun Private Museum sesuai jadwal reservasi.
Sebelum masuk ke area bangunan museum, kami diberhentikan oleh dua orang satpam
yang bertugas dan disuruh untuk menunjukkan bukti reservasi berupa balasan e-mail dari pihak Tumurun Private Museum.
Sip, mas! Silakan masuk.
Siap, pak!
Kiri : Balasan pesan WhatsApp dari Tumurun Private Museum beberapa hari sebelum akhirnya saya mendaftar untuk kunjungan di tanggal 25 Agustus 2019. | Kanan : Balasan e-mail setelah berhasil reservasi.
1
Jam di Tumurun Private Museum…
Seperti yang sudah
saya tuliskan sebelumnya, untuk menjaga karya-karya seni di dalamnya, maka
manajamen Tumurun Private Museum memberikan batasan waktu kunjungan per harinya.
Untuk sekali kunjungan, para rombongan tamu yang sudah melakukan pendaftaran
via situs web diberikan waktu selama 1 jam. Tidak kurang – tidak lebih.
Lalu, di dalam museum
ini ada apa saja?
Nah, menurut memori yang
berhasil disimpan oleh mata dan otak saya, sebagian besar karya yang dipamerkan
di Tumurun Private Museum adalah lukisan hasil karya para maestro seni rupa
Indonesia dan dunia. Lukisan-lukisan ini tertata rapi disetiap sudut museum,
lengkap dengan sebuah kertas barcode
yang bisa dipindai melalui gawai untuk mengetahui konsep karya dari setiap
lukisan yang ada. Jadi, buat kamu (dan juga saya) yang enggak begitu ngerti
masalah seni dan sering bingung untuk menarasikan sebuah lukisan, santai saja…kali
ini kita bisa membaca konsep karya dari masing-masing lukisan secara online dengan mudah melalui gawai yang
kita bawa.
Bosan dengan lukisan?
Tenang, Tumurun Private Museum juga memiliki beberapa koleksi instalasi seni
lain yang tak kalah menarik untuk ditelisik. Yang paling populer, tentu saja
instalasi berjudul Floating Eyes yang
sempat dipamerkan di Artjog 10 tahun 2017 lalu. Kenapa di Artjog MMXIX kemarin enggak didisplay lagi, ya? Hahaha.
Semenjak Tumurun Museum pertama kali dibuka untuk umum sampai saat ini –detik saya menulis blog post ini, Floating Eyes menjadi spot primadona para pengunjung untuk berfoto dengan gaya kekinian khas selebritas Instagram. Saya pun enggak mau ketinggalan, dong! *Tapi fotonya buat stok update di Instagram saja (︶ω︶)
Semenjak Tumurun Museum pertama kali dibuka untuk umum sampai saat ini –detik saya menulis blog post ini, Floating Eyes menjadi spot primadona para pengunjung untuk berfoto dengan gaya kekinian khas selebritas Instagram. Saya pun enggak mau ketinggalan, dong! *Tapi fotonya buat stok update di Instagram saja (︶ω︶)
Salah satu contoh barcode yang bisa dipindai untuk mengetahui konsep dari setiap karya yang ada di Tumurun Private Museum.
Karya lain yang
berhasil menarik perhatian saya, adalah karya dari Eddy Susanto yang berjudul Last Supper. Sepintas, karya ini memang
hanya terlihat sebuah gambar dari perjamuan terakhir Yesus dengan para
murid-muridnya saja. Tapi ketika dilihat dari dekat, EMEZING SEKALI, saudaraku.
Karya ini ternyata dibuat oleh Eddy Susanto dengan menyusun rangkaian aksara
jawa secara rapi dan detail, hingga membentuk sebuah gambar seperti yang ada di
foto. Tak main-main, lho, karya ini bahkan diaplikasikan kedalam tiga media
yang berbeda sekaligus. Ada di meja kayu, kanvas, dan neon box berwarna merah.
Satu lagi, ada sebuah karya berupa maket apartemen yang berukuran cukup besar yang dipamerkan di Tumurun Private
Museum. Menurut keterangan yang muncul setelah saya memindai barcode konsep karya, maket ini ternyata
merupakan rangkaian dari tabung segitiga yang disusun secara vertikal yang terdiri
dari 126 unit miniatur apartemen di dalamnya. Yang saya salut lagi, di dalam 126
miniatur ruang apartemen tersebut, ternyata memiliki furnitur pelengkap berukuran
kecil yang berbeda-beda. Ada yang berisi lemari pakaian, hanger, toilet duduk,
tempat tidur, dan lain-lain. Keren!
Nah, seperti itulah cerita satu jam saya selama berkunjung ke Tumurun Private Museum. Dimulai dari
ditinggal berangkat duluan karena terlalu santuy gegoleran di atas kasur,
berangkat mepet jam reservasi, dan berakhir dengan satu jam berkeliling Tumurun
Private Museum hanya untuk memenuhi memori penyimpanan hp demi….
.
.
.
.
DEMI KONTEN BLOG YANG
MULAI DIANGGURIN SAMA PEMILIKNYA INI, LAH! MAAFKAN AKU, BLOGKU…
Oiya, Tumurun Private Museum ini sebenarnya terdiri dari dua lantai. Tapi yang dibuka untuk umum, sementara ini hanya lantai satu saja. Sementara lantai dua, hanya dikhususkan untuk tamu-tamu VVIP alias tamu pribadi dari sang pemilik, yaitu tamu dari keluarga Bapak HM Lukminto pendiri Sritex Group.
35 comments
Biar bisa jadi tamunya Bapak HM Lukminto pendiri Sritex Group caranya gimana?
BalasHapusCoba bilang gini aja, Man : "Saya Firman pemilik blog nfirmansyah(dot)com sekaligus podcaster di Podcast Blogger"
Hapus*TUTORIAL MENUJU KESESATAN*
Terima kasih sudah mempromosikan Podcast Blogger ke seluruh audiens Anda.
HapusTtd,
Admin 2.
Padahal audiens blogku juga pol-polan sama kaya audiens blogmu, Man. Hahaha
HapusTidak dong, ada yang beda. Hahahaha
HapusWahahaha akhirnya iso melbu juga ya.. Aku sejam we kurang puas, Mas..
BalasHapusAkhirnyaaa.... Ra kalah karo wong Banjarnegara sing adoh-adoh dolan Solo demi masuk ke Tumurun Museum, dong xD
HapusNgeriii tenan. Wkwkwk
HapusPankapan meh dolan solo lagi ah, ndang nulis rekomendasi destinasi wisata solo dong
Kalian tu, memang kompak pakai jam karet yak? santuy-santuy squad, haha
BalasHapusBtw, foto di header itu nggak asing aku liat yak?
berkunjung ke museum kaya gini, sangat juaraaang aku lakukan ya Allah. Besok lah ya sekali-kali nyusun agenda ke museum. Nggak ke curug teros :p
Aku tok jane sih, mbak. Kalau temen-temenku lumayan ontime itu.
HapusBanyak sih kayaknya, foto yang persis sama headerku itu. Aku juga dapet inspirasinya dari post-post'an yang ada di IG sama hasil googling. Hehehe.
Nah, mbak. Agendakan!
Ooo...ini milik pribadi to... Bagus2 lukisannya. Aku klo ke pameran seni gitu kok nggak bisa koment banyak ya, ngertine cuma bagus dan bagus banget .. :-D
BalasHapusIya mbak, Tumurun itu museum pribadi.
HapusSatu pendaftar 5 orang, itu aja saya kayaknya masih bingung mau ngajak 4 teman. Saking sedikitnya kawan yang masih sering main bareng dan mereka banyak sibuknya. Wqwq.
BalasHapusWaktu saya ke Solo tiga tahun lalu, enggak tahu ada beginian. Haha. Jika diingat-ingat lagi buat hari ini, rasanya jalan-jalan saya saat itu kurang asyik. Entahlah.
Buat saya yang enggak paham seni lukis atau patung gitu, satu jam udah cukuplah buat melihat-lihat dan mencoba menafsirkan maksud si pekarya di ruangan yang hanya satu lantai. Soalnya pernah waktu main ke suatu pameran, lalu kejebak macet, dan akhirnya cuma kebagian waktu 30-an menit sebelum acara berakhir. Itu buat saya juga udah oke buat menjelajahi tempatnya. Paling minusnya, enggak akan sempat foto-foto. Kalau maksain foto ya hasilnya sedikit banget. Tapi saya puas karena tujuannya waktu itu emang cuma mau melihat. Bukan memotret.
Senasib kitalah, Yog. Udah jarang main rane-rame sama temen sekarang. Sibuk sendiri-sendiri.
HapusIni masih tergolong baru juga sih, baru dibuka tahun lalu apa ya? Jadi 2016 belum ada.
Wah, udah lama gak main ke sini. Eh, emang private museum boleh difoto ya karya-karyanya??
BalasHapusBoleh mbak. Kalau enggak boleh ya mana bisa muncul di blog saya ini. Hehe
HapusWah pernah ke sini juga, koleksinya banyak, sayang lantai 2 tidak dibuka untuk umum, apalagi khalayak biasa. Padahal karya2 yg legenda ada di atas
BalasHapusBener. Harus jadi tamu VIP dari keluarga besar Pak Lukminto dulu :)
HapusWaaah itu emang sejam beneran apa gimana? Itu yang apartemen goks banget siih. Detail banget gitu. coba deh besok gue bilang biar lo bisa masuk ke lantai 2. *sombong tingkat dewa
BalasHapusIya, beneran durasinya cuma sejam doang. Siap!
HapusKeren-keren lukisannya. Apalagi yang lukisa dari huruf Jawa itu, keren banget.
BalasHapusKereeewwn....
HapusMuseum pribadi?
BalasHapusSepanjang baca ini jadi mikir; apa gue buka museum pribadi aja ya? Konsep pengunjungnya sama lah kaya begini wkwkw. Ada kuota dan jam kunjungan dibatasi.
Biayanya 5rebu aja per kepala. Kaya museum BI sama Mandiri.
5rebu jaman sekarang ga mahal-mahal amat kan?
Tapi kalo pengunjungnya perhari bisa 30-45 orang...seminggu udah berapa? Sebulan?
Wah aku kaya!
Eksekusi, Za! Otak-otak bisnis women banget ini. ( ( (BISNIS WOMEN) ) )
HapusKoleksinya dari klasik sampe komtemporer yah. Miniatur apartemennya pastinya kompleks banget yah lengkap dengan miniatur isinya. Kagum ma yang punya ide
BalasHapusIya mas.
HapusITU KARYANYA EDDY SUSANTO KEREN BANGET!
BalasHapusUnik ya museumnya, baru kali ini menemukan museum privat kayak gini, jadi kayak mau ke Istana Presiden di Bogor di mana kita harus bikin janji dulu lalu datang sesuai hari dan jam yang sudah kita atur.
Istana presiden yang di Kebun Raya itu bisa dikunjungi buat umum juga toh? Baru tau saya.
Hapusjadi.. ke museum ini cuma demi "konten blog" yang telah lama tak terjamah? hahaha.. warbiasyak :D
BalasHapusbtw, unik banget yaa ada privat museum? kenapa harus privat ya? apamkrn kapasitasnya yg kecil atau memang konsepnya udah begitu.. ?
Iya mbak. Harap maklum. Wkwkwk.
HapusKarena konsepnya udah begitu mbak. Biar karya-karya yang di dalam museum lebih terjaga (nggak gampang rusak) lagi, jadi dibuat privat dengan ada aturan batasan jam kunjungan.
Bangkay, saya baru tau kalau di Solo ada ini njir. besok kalau ke Solo, siapsiap reserve dulu ah. Ehe.
BalasHapusChanging Perspective Artjooooog abiiiiis. kusukaaak
keren banget ini museumnya
BalasHapusOh museum seni ya...karyanya bagus bagus..itu lukisan satu orang atau kumpulan?
BalasHapusLagi inn banget nih museum. Sayang belum bisa main ke situ.
BalasHapusWah ada juga museum pribadi seperti ini, ya? Pengennya juga bisa masuk ke lantai duanya juga..hehe
BalasHapusYakin udah di baca? Apa cuma di scroll doang?
Yaudah, yang penting jangan lupa komen yes?
Maturnuwun ^^